Bab
1
Permasalahan
perbankan dengan IT
Tiga hal akan mencirikan
perbankan di masa depan, moneles, brancheles, dan bankerles. Semakin sedikit
uang kontan karena transaksi akan dilakukan secara elektronis, bisa langsung
melakukan transaksio virtual dan kemajuan teknologi memungkinkan pekerjaan pada
banker akan digantikan dengan mesin. Masyarakat masa depan adalah casshles
society. Tulisan berikut memberikan
gambaran betapa dalam TI (Teknologi Informasi) telah masuk sendi-sendi bisnis
perbankan. Manajemen era millennium ketiga ini perkembangan Teknologi Informasi
(TI) telah berkembang pesat. Begitu cepatnya sehingga dapat dikatakan telah
menjadi “revolusi teknologi informasi yang mampu mengubah wajah dunia.
Dewasa ini terdapat dua jenis
teknologi yang terasa mewarnai kehidupan bisnis, yaitu TI dan perancangan
kembali rekayasa ulang (business process reengineerin, BBP).Termonologi dalam
TI menyangkut penggabungan teknologi computer, telekomunikasi dan otomasi
kantor.
Asumsinya bank-bank yang belum
mampu menyatukan ketiga teknologi tersebut
dalam manajemennya tidak mampu mengeksploitasi secara optimal kemampuan yang muncul.Karena perkembangan strategi ketiganya atau istilahnya berada pada Island of technology (pulau-pulau,teknologi) cepat atau lambat akan kalah bersaing dengan industri sejenis atau substitusinya. Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankan pun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang 2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
dalam manajemennya tidak mampu mengeksploitasi secara optimal kemampuan yang muncul.Karena perkembangan strategi ketiganya atau istilahnya berada pada Island of technology (pulau-pulau,teknologi) cepat atau lambat akan kalah bersaing dengan industri sejenis atau substitusinya. Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankan pun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang 2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Bab2
Contoh
kasus permasalahan perbankan dengan IT
Belakangan ini, terutama dengan
semakin meningkatnya berbagai transaksi perbankan yang didukung Teknologi
Informasi (TI), baik berupa ATM, Internet banking, SMS banking, Online banking
dan sejenisnya, maka semakin meningkat pula tingkat kebutuhan nasabah untuk
mendapatkan tingkat keamanan yang lebih baik. Peningkatan kebutuhan itu, pada
saat yang sama, semakin menuntut kalangan perbankan untuk meningkatkan sistem
keamanan transaksi mereka. Masalah risiko atau tingkat keamanan di bank tidak
hanya yang terkait langsung dengan pelayanan yang dimiliki bank, yang langsung
digunakan untuk melakukan transaksi oleh nasabah, seperti penggunaan ATM. Melainkan
sesungguhnya risiko yang lebih besar justru dapat muncul dari berbagai
kemungkinan lainnya, yang tidak jarang tidak terkait secara langsung dengan
Teknologi Informasi (TI), melainkan dengan manajemen. Perkembangan teknologi
informasi telah mempengaruhi kebijakan dan strategi dunia usaha perbankan yang
selanjutnya lebih mendorong inovasi dan persaingan di bidang layanan terutama
jasa layanan pembayaran melalui bank. Inovasi jasa layanan perbankan yang
berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah
bank. Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan
salah satu bentuk pengembangan penydiaan jasa layanan bank yang memberikan
peluang usaha baru bagi bank yang berakibat kepada perubahan strategi usaha
perbankan, dari berbasis manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi
informasi yang lebih efisien bagi bank dan praktis bagi nasabah. Namun
demikian, disamping bank memperoleh manfaat signifikan dari inovasi teknologi
melalui transaksi perbankan berbasis internet, bank juga menghadapi risiko yang
melekat pada kegiatan tersebut. Oleh karena itu, disamping memanfaatkan peluang
baru,
bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-risiko yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam manajemen risiko bank secara umum berlaku pula untuk aktivitas internet banking,
namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan dengan memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas tersebut. Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet, yang sampai sekarang masih sering terjadi. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah.
bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-risiko yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam manajemen risiko bank secara umum berlaku pula untuk aktivitas internet banking,
namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan dengan memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas tersebut. Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet, yang sampai sekarang masih sering terjadi. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah.
Masalah
cyber crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian.
Kejahatan dunia maya (Inggris : cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatan
dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan lain-lain. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi.
Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara,
nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan duniamaya sudah meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat terkenal. Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime, terutama carding, kian canggih. Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jikadalam kasus credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi didunia setelah Ukraina. Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebihmengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian di transfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat. Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya. Kepercayaan terhadap perbankan
tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah dibank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologiserta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.
dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan lain-lain. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi.
Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara,
nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan duniamaya sudah meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat terkenal. Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime, terutama carding, kian canggih. Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jikadalam kasus credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi didunia setelah Ukraina. Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebihmengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara online. Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian di transfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat. Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya. Kepercayaan terhadap perbankan
tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah dibank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologiserta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan kepada nasabah. Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.
Penipuan via
Chatroom.
Pada awalnya, chatroom memang
sekedar sebuah media bagi para carder untuk bertukar data kartu kredit bajakan
dan berjual-beli barang hasil carding. Tetapi, setelah banyak merchant di
Internet yang enggan mengirimkan paket mereka ke Indonesia, maka banyak carder
yang mulai kesulitan melakukan carding. Karena “kepepet” dan terbiasa
mendapatkan uang secara mudah, kemudian mereka menggeser modus operandi mereka
di chatroom yaitu dengan melakukan satu jenis penipuan yang belum banyak
terungkap kasusnya di Indonesia. Mereka “seolah-olah” ingin menjual atau
melepas barang-barang elektronik, semisal telepon selular (ponsel) ataupun
notebook, yang didapatnya dari hasil melakukan carding. Aksi promosi para
penjual tersebut tidak pernah dilakukan di chatroom umum. Para penjual,
termasuk para penipu, melakukan aksinya di chatroom khusus para carder. Ada
banyak sekali chatroom carder, dengan puluhan hingga ratusan pengunjung
perharinya.
Di dalam chatroom tersebut, akan sangat mudah kita dapatkan beratus nomor kartu kredit bajakan, lengkap dengan data pemilik serta fasilitas pengecekan 3 (tiga) digit rahasia CVV2 yang hanya terdapat di bagian belakang kartu kredit dan tidak timbul (embossed). Jika penipuan telah terjadi, posisi korban sangatlah sulit. Korban tidak dapat atau enggan melaporkan kasus penipuan tersebut kepada aparat penegak hukum karena transaksi yang dilakukannya adalah transaksi atas barang yang ilegal, sehingga tidak dapat dilindungi oleh hukum. Selain itu korban akan kesulitan mengidentifikasi penipunya, karena transaksi yang dilakukannya melalui Internet dan tanpa bukti otentik hitam di atas putih. Faktor lainnya adalah belum banyaknya pihak aparat penegak hukum yang mengetahui seluk-beluk Internet, termasuk modus operandi penipuan melalui chatroom tersebut. Meskipun demikian, tim ICT Watch terus melakukan negosiasi melalui chatting dan dilanjutkan dengan menghubungi ponselnya. Kemudian penjual tersebut menyatakan bahwa dirinya sendiri yang akan mengantarkan barang pesanan tersebut ke Jakarta pada keesokan harinya.
Kemudian dia meminta untuk ditransfer sejumlah dana ke rekeningny di Bank BCA sebagai uang muka. Maka tim ICT Watch melakukan transfer sejumlah dana melalui fasilitas KlikBCA ke rekeningnya di Bank BCA dengan 3 digit awal nomor rekening tersebut adalah “456”, dengan inisial pemilik rekening tersebut adalah “BMEH”. Akhirnya perkiraan tim ICT Watch terbukti, lantaran setelah dana tersebut ditransfer, barang pesanan tak kunjung diantarkan walaupun telah ditunggu hingga beberapa hari kemudian. Ponsel milik penjual tersebut pun menjadi tidak dapat dihubungi sama sekali.
Di dalam chatroom tersebut, akan sangat mudah kita dapatkan beratus nomor kartu kredit bajakan, lengkap dengan data pemilik serta fasilitas pengecekan 3 (tiga) digit rahasia CVV2 yang hanya terdapat di bagian belakang kartu kredit dan tidak timbul (embossed). Jika penipuan telah terjadi, posisi korban sangatlah sulit. Korban tidak dapat atau enggan melaporkan kasus penipuan tersebut kepada aparat penegak hukum karena transaksi yang dilakukannya adalah transaksi atas barang yang ilegal, sehingga tidak dapat dilindungi oleh hukum. Selain itu korban akan kesulitan mengidentifikasi penipunya, karena transaksi yang dilakukannya melalui Internet dan tanpa bukti otentik hitam di atas putih. Faktor lainnya adalah belum banyaknya pihak aparat penegak hukum yang mengetahui seluk-beluk Internet, termasuk modus operandi penipuan melalui chatroom tersebut. Meskipun demikian, tim ICT Watch terus melakukan negosiasi melalui chatting dan dilanjutkan dengan menghubungi ponselnya. Kemudian penjual tersebut menyatakan bahwa dirinya sendiri yang akan mengantarkan barang pesanan tersebut ke Jakarta pada keesokan harinya.
Kemudian dia meminta untuk ditransfer sejumlah dana ke rekeningny di Bank BCA sebagai uang muka. Maka tim ICT Watch melakukan transfer sejumlah dana melalui fasilitas KlikBCA ke rekeningnya di Bank BCA dengan 3 digit awal nomor rekening tersebut adalah “456”, dengan inisial pemilik rekening tersebut adalah “BMEH”. Akhirnya perkiraan tim ICT Watch terbukti, lantaran setelah dana tersebut ditransfer, barang pesanan tak kunjung diantarkan walaupun telah ditunggu hingga beberapa hari kemudian. Ponsel milik penjual tersebut pun menjadi tidak dapat dihubungi sama sekali.
Bab
3
Contoh
pemecahan masalah
perangkat hukum, mendidik para
penyidik, membangun fasilitas forensic
computing,
meningkatkan upaya penyidikan dan kerja sama internasional, serta
melakukan
upaya penanggulangan pencegahan.
Beberapa
hal yang dapat dijadikan sebagai saran sehubungan dengan hasil
penelitian
terhadap cybercrime adalah sebagai berikut :
1) Undang-undang
tentang cybercrime perlu dibuat secara khusus sebagai lexspesialis
untuk
memudahkan penegakan hukum terhadap kejahatan tersebut.
2) Kualifikasi
perbuatan yang berkaitan dengan cybercrime harus dibuat secara jelas
agar
tercipta kepastian hukum bagi masyarakat khususnya pengguna jasa internet.
3) Perlu
hukum acara khusus yang dapat mengatur seperti misalnya berkaitan
dengan
jenis-jenis alat bukti yang sah dalam kasus cybercrime, pemberian
wewenang
khusus kepada penyidik dalam melakukan beberapa tindakan yang
diperlukan
dalam rangka penyidikan kasus cybercrime, dan lain-lain.
4) Spesialisasi
terhadap aparat penyidik maupun penuntut umum dapat
dipertimbangkan
sebagai salah satu cara untuk melaksanakan penegakan hukum
terhadap cybercrime.
5)
Institusi penegak hukum perlu mempelopori dan
merekomendasikan dan melaksanakan dengan baik produk hukum tentang Cyber Crime
yaitu UU no. 11 tahun 2008 tentang ITE.
6)
Selain membentuk Cyber crime police juga memberikan
penekanan bagi aparat penegak hukum agar memiliki ketrampilan dasar dalam
menggunakan komputer dan internet sehingga mampu mengatasi kejahatan di dalam
dunia maya.
Daftar pustaka: